abrar aziz

"Jadilah orang yang benar-benar hidup, bukan sekedar bernafas ..."

Sabtu, 16 Juni 2012

Diskusi Kecil di Pojok Neraka

Diposting oleh abrar aziz

Ini adalah hari pertama Surga dan Neraka mulai beroperasi. Setelah semua manusia menjalani pemeriksaan yang ketat di sebuah pengadilan besar bernama Padang Mahsyar, kini saatnya mereka memulai kehidupan baru disini. Di Surga, hari pertama terdengar sangat riuh. Orang-orang sibuk mempersiapkan diri menghadapi hari-hari baru mereka yang menyenangkan. Rumah-rumah dibangun megah dengan arsitektur bergaya eropa klasik. Pohon-pohon rindang, sungai mengalir meliuk-liuk di tengah taman. Luas area surga jauh melebihi luas bumi. Perumahan di dalamnya terdiri dari komplek-komplek yang dipisahkan oleh taman bunga dan sungai nan elok dipandang mata. Setiap komplek memiliki fasilitas pribadi dan fasilitas umum yang super komplit. Mulai dari kolam renang, jogging track, area fitness, lapangan segala olahraga, tempat karaoke, cafĂ© dan berbagai fasilitas hiburan yang dijaga oleh bidadari dengan kecantikan tak berpadan di muka bumi. Dan yang paling penting, negeri surga tidak memiliki mata uang karena semua fasilitas tersebut gratis. Di hari pertama ini, akan diadakan apel akbar. Semacam upacara penyambutan yang dipimpin langsung oleh Malaikat Kepala dengan tugas dan wewenang penuh mengatur surga, Ridwan. Dilihat dari pakaian kebesaran dengan tanda pangkat bintang tiga dibahunya, dapat dipastikan bahwa Malaikat Ridwan adalah salah satu malaikat yang sangat berpengaruh. Hanya lebih rendah satu bintang dari Panglima Tertinggi Malaikat Jenderal Bintang Empat Jibril. Setelah upacara selesai, dilanjutkan dengan kegiatan Protaperat atau Program Taaruf dan Pengenalan Akhirat. Di sini semua penghuni akan diajak saling berkenalan dan diajarkan cara menggunakan berbagai fasilitas yang ada. Jutaan malaikat berpangkat melati satu sdan dua dengan sabar dan bersemangat mengajari mereka meskipun beberapa penghuni sangat susah diajarkan. Maklum saja, kebanyakan penghuni surga adalah kaum melarat dan kampungan. Mereka semasa di dunia tidak terbiasa dengan barang mewah, apalagi barang super mewah seperti yang ada disini. Pastilah susah mengajarinya. Pada masa istirahat, beberapa panghuni berdiskusi di tengah taman yang rindang dan menebar aroma kesejukkan. “Hei, Dullah. Apa yang kau kerjakan selama di dunia hingga kau bisa masuk kesini?”. Tanya seorang penghuni berbadan tegap dan berjenggot tipis. Didahului hisapan rokok kreteknya, si Dullah menjawab “Aku juga kurang paham. Aku dilahirkan ke dunia sebagai orang melarat, menjalani hidup tujuh puluh tahun sebagai orang melarat, dan matikupun dalam keadaan melarat. Jadi tak banyak ibadah yang bisa kukerjakan kecuali yang wajib-wajib saja”. Temannya merasa heran “Jadi kau tak paham kenapa bisa masuk ke surge ini?”. “Ya, begitulah”. Kembali Dullah menghisap kreteknya. “Orang miskin seperti aku ini tidak mungkin bisa beramal banyak. Berzakat aku tidak mampu. Apalagi naik haji, tak usah kau tanya. Setiap hari aku merawat kebun orang. Setiap panen aku jual isi kebunnya dan kuserahkan semua uang hasil penjualan utuh kepada pemiliknya. Tak sedikitpun aku kurangi. Buah-buahan yang ada di kebunpun tak pernah aku memakannya meski aku tiap hari tinggal di kebun itu. Padahal kalau mau curang aku bisa saja mengambil beberapa hasil kebun dan menjualnya, toh majikanku tinggal jauh di kota besar. Aku sendirian disini. Tapi tak mungkin itu aku lakukan. Aku ini miskin, jika tidak mampu banyak beribadah dan beramal, setidaknya aku tidak terlalu banyak membuat dosa. Itu saja yang kulakukan hingga aku mati”. “Ah, kejujuranmu itulah yang mengantarmu kemari, Dullah”. Tandas temannya berseri. “Alhamdulillah, aku bersyukur karenanya. Nah, kau sendiri apa yang kau buat semasa hidup, Kasman?”. Rupanya temannya itu bernama M. Kasman. “Sama seperti kau, Dullah. Aku menjalani hidup dengan segala keterbatasan. Ibadahkupun hanya yang wajib-wajib saja. Kerjaku menjala ikan di laut dan menjualnya ke pasar. Jam dua pagi aku sudah berangkat dari rumah. Malam aku baru kembali. Meskipun kulihat teman-temanku suka mengakali timbangannya supaya hasil penjualan mereka labih banyak, tapi aku tidak tertarik melakukan hal serupa. Tentulah amalanku yang sedikit ini tak akan aku rusak dengan berbuat curang dengan pembeliku”. Kasman menyerumput kopi gingseng yang baru saja disajikan seorang bidadari untuknya. Disekeliling mereka orang saling menyapa, berkumpul dan saling bercerita tentang masa hidup mereka di dunia. Ada yang semasa hidupnya menjadi tukang cukur, tukang ojek, loper Koran, namun ada juga beberapa yang berasal dari golongan kaya, pejabat, dan ulama besar meskipun jumlah mereka tidak banyak. Beberapa bidadari dan malaikat terlihat sibuk melayani setiap kebutuhan penghuni. Dari tempat mereka berkumpul, di kejauhan terlihat samar-samar sebuah lembah yang berwarna merah menyala. Luasnya kira-kira sedikit lebih besar dari taman surga. Lembah itu adalah, Neraka. Neraka. Hari pertama mulai beroperasi. Sebagaimana di surga, kegiatan diawali dengan apel akbar, dipimpin oleh malaikat yang bertugas dan berkuasa penuh mengatur neraka, Malik. Sama seperti Malaikat Ridwan, Malaikat Malik adalah satu dari sedikit Malaikat yang sangat disegani. Tiga buah bintang bertengger di masing-masing bahunya menunjukkan betapa tinggi kedudukannya. Namun berbeda dengan penampilan Malaikat Ridwan yang bersih, Malaikat Jenderal Bintang Tiga Malik tampil dengan agak semrawut dengan kumis, jenggot dan jambang dibiarkan menutupi sebagian mukanya. “Selamat datang saudaraku sekalian”. Katanya membuka sambutan. Di depannya, milyaran manusia berbaris dengan muka penuh ketegangan. “Seperti yang mungkin pernah saudaraku sekalian dengar di dunia. Tempat ini dinamakan Neraka, tempat saudaraku semua akan dibersihkan hingga pada waktunya nanti saudaraku semua boleh bergabung dengan saudara-saudara kita yang lain di surga. Saya berharap saudaraku sekalian bisa mematuhi segala peraturan yang saya tetapkan dan dapat menjalani proses pembersihan ini dengan baik. Untuk itu, selama tiga hari ke depan akan diadakan Protaperat atau Program Taaruf dan Pengenalan Akhirat. Saudaraku semua akan dipandu oleh Malaikat Petugas untuk saling bertaaruf satu sama lain serta mengenalkan bagaimana proses pembersihan dosa dan alat-alat apa yang akan digunakan. Jadi harap saudaraku semua perhatikan dengan seksama. Proses pembersihan dosa saudaraku semua akan dimulai pada hari keempat, sehari setelah kita menyelesaikan Protaperat. Jika masih ada yang ingin ditanyakan, silahkan bertanya pada Malaikat Petugas yang senantiasa bersiap di sekitar saudara. Terima kasih.” Malaikat Jenderal Bintang Tiga inipun menutup sambutannya. Upacara selesai. Barisan dibubarkan. Di sela kegiatan orientasi itu, dua orang yang rupanya saling mengenal di dunia duduk berdiskusi dibawah terik matahari yang panas. “Apa rupanya yang salah dari kita ini”. Orang pertama yang bernama Haji Karim memulai pembicaraan. “Semua perintah Allah sudah kita kerjakan. Sampai-sampai tanahpun kujual agar bisa naik haji untuk ketiga kalinya. Tapi sekarang dicampakkan-Nya kita ke neraka ini”. “Ah, aku juga tak paham, Karim. Kau baru tiga kali naik haji. Aku? Selama empat periode aku jadi anggota DPR dari partai Islam Sekali, sudah sebelas kali aku naik haji. Umrah jangan kau tanya. Infak sadakah kau takkan bisa hitung. Saban hari anak yatim makan di rumahku. Apalagi yang kurang dari amalku ini?”. Lelaki bernama Ahmad inipun melenguh panjang. “Itulah, Mad. Kulihat orang-orang yang senasib dengan kita semasa hidupnya tak kurang ibadahnya. Kau lihat itu, ada Ustad kondang, pejabat sepertimu, pengusaha sukses, semua orang-orang yang selama hidup telah banyak menyumbang harta bendanya untuk amal. Rupa-rupanya kita sudah salah memahami perintah Tuhan”. Raut wajah Haji Karim menampakkan penyesalan tak terperi. Tiba-tiba suara tawa terdengar diantara mereka. Ternyata iblis sudah mendengar pembicaraan mereka sejak tadi. “Haha, kalian ini terlalu bodoh memahami keagungan Allah. Mulut kalian sibuk memuji-Nya tapi hati kalian menduakan-Nya. Makanya kalian diseret ke lembah ini”. Iblis menyengir penuh cibir. “Hei,Iblis laknat. Enak sekali kau bicara. Kaulah penyebab semua ini. Kau selalu menghasut manusia untuk ikut ke jalan sesatmu. Ini semua salahmu”. Ahmad mulai meradang melihat Iblis tiba-tiba menyela diskusi mereka. “Ha? Kau menyalahkanku. Padahal kalian sendiri yang bodoh dan egois. Yang kalian pikirkan cuma surga saja. Mulut kalian berbusa-busa memuji Tuhan dengan harapan akan mendapat imbalan surga. Itu saja yang ada di benak kalian. Kalian berzakat, tapi hati orang miskin sering kalian sakiti dengan mulut besar kalian. Kepala kalian bersujud tapi hati kalian tinggi. Apa kalian tak paham, menyakiti orang miskin adalah menyakiti Tuhan. Haah, kalian memang bodoh”. Iblis tertawa terkekeh, lalu melanjutkan kata-katanya. “Kau menyalahkanku karena hasutanku telah membuat kalian tersesat. Lalu atas kehendak siapa aku bisa menghasut kalian? Bukankah Tuhanmu yang memberiku kuasa untuk menghasut? Kenapa tidak kau salahkan saja Tuhan?”. “Hei, sombong sekali bicaramu berani menyalahkan Tuhan. Kaulah penyebab semua orang yang ada disini bernasib malang. Kau tipu semua orang dengan kemewahan dunia. Sekarang kau tertawa karena kami semua termakan tipu dayamu”. Haji Karim menumpahkan kemarahannya. Iblis kembali mengumbar tawa “Hahaha, kau lupa ya, Pak Haji. Allah telah memberi jaminan bagi orang-orang yang imannya teguh tidak akan mampu aku rayu. Orang yang ikhlas beribadah tanpa mengharap imbalan apa-apa tidak mungkin aku tembus keteguhan hatinya. Aku hanya bisa menggoda orang-orang yang hatinya tidak tulus. Memuji-muji Allah bukan karena cinta kepada-Nya tapi karena tergiur iming-iming surga. Kau pikir Tuhan mabuk pujian dan gila disembah. Aku tidak perlu memperdayamu. Keegoisaanmu telah menyeretmu kesini”. Iblis menatap bergantian kedua orang yang duduk termangu itu. “Jangan kalian pikir aku diusir dari surga itu benar-benar karena keingkaranku melawan Allah. Mana berani aku melawan perintah-Nya. Ribuan tahun aku habiskan waktuku untuk bersembah sujud kepada-Nya, tak akan kusia-siakan semua itu hanya demi egoku yang merasa lebih baik dari Adam. Kau tau, aku memang harus memainkan peran keburukan itu. Itu memang tugasku, Kawan. Musa tak akan mampu menunjukkan tanda-tanda kenabiannya jika aku tidak menyeret Firaun dalam lubang kesombongan. Apa artinya perjuangan Ibrahim tanpa kejahatan Namrud. Semua sudah diatur oleh Allah. Aku harus memainkan peranku agar terlihat jelas perbedaan mana emas mana tembaga. Bukankah Allah sudah mengatakan dengan jelas bahwa orang-orang yang teguh imannya tak akan sanggup aku rayu. Itu berarti bukan aku yang merusak hidup kalian. Tapi kalianlah yang membuka pintu kerusakan itu. Di setiap ada kebaikan aku harus mengambil tempat keburukan. Hitam adalah penting agar putih terlihat lebih jelas. Jadi sekarang kau jangan menyalahkanku. Semua siksaan yang akan kau jalani nanti adalah akibat dari kebodohan dan keegoisanmu. Kau tanggunglah sendiri akibatnya. Hahahaha”. Sang Iblis berlalu dari hadapan dua orang yang terperangah menyadari kebodohannya itu.

0 komentar: