abrar aziz

"Jadilah orang yang benar-benar hidup, bukan sekedar bernafas ..."

Jumat, 23 Mei 2008

10 Tahun Reformasi; Perteguh Jati Diri Bangsa

Diposting oleh abrar aziz

Harian Padang Ekspress, Kamis, 22 Mei 2008
Abrar Aziz
Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah 2006-2008 dan Direktur Qalam Institute for Education and Democracy
Tahun ini genap sepuluh tahun usia reformasi. Peristiwa penting yang diharapkan menjadi awal sebuah perubahan. Tahun ini juga, bangsa Indonesia memperingati satu abad kebangkitan nasional. Namun, meski sepuluh tahun sudah reformasi berlalu dan seratus tahun sudah kebangkitan nasional kita peringati, kita masih saja kebingungan bagaimana kita harus merayakan momen bersejarah tersebut. Reformasi yang diharapkan sebagai awal dari proses perubahan bukan saja telah kehilangan ruhnya, namun lebih dari itu, satu dekade setelah peristiwa tersebut, bangsa Indonesia ternyata jatuh semakin dalam ke lubang kemerosotan.

Presiden boleh saja berganti, namun mental pemerintah yang menghamba pada kakuatan modal tidak pernah berubah. Pemerintah kita sangat setia menjadi pelayan bagi investor asing. Dengan membuka investasi seluas-luasnya, kita membiarkan kekayaan alam kita dijarah orang lain tanpa berani menegur apalagi melawan. Dan yang menjadi korban dari kebijakan yang berwajah kapitalistik itu tentu saja adalah rakyat. Jika kita tanyakan kepada pemerintah kenapa harga BBM terus melonjak, maka pastilah jawabannya tidak ada uang lagi untuk mensubsidi. Bagaimana mungkin tidak ada uang, produksi minyak kita mampu mencapai satu juta barrel per hari. Kemana harta kekayaan kita yang melimpah? Ternyata hampir 90% dari kekayaan minyak kita dikelola oleh asing. Pertamina hanya memproduksi sekitar 109 ribu barrel, sisanya dikuasai perusahan asing.

Bahkan di Negara pasar bebas seperti Amerika sekalipun, impor barang produksi sangat dibatasi dan pemerintah memberikan subsidi sangat besar kepada produksi lokal agar mampu bersaing dengan barang impor. Anehnya, pemerintah kita malah membuka pasar seluas-luasnya hingga semua barang produksi masuk ke pasar kita dan membiarkan para petani kita kelaparan karena tidak bisa bersaing dengan produk impor. Indonesia bahkan lebih liberal dibanding Amerika sekalipun.

Dengan sangat patuh pemerintah kita mengikuti saran IMF, yang sejatinya adalah perpanjangan tangan dari kepentingan ekonomi AS, dalam mengatasi krisis ekonomi. Meskipun saran-saran tersebut sangat kental dengan aroma kapitalisme. Misalkan ketika IMF menyarankan perlunya pembatasan peran Negara dalam mengatur pasar, maka pemerintah menerbitkan UU No. 23 tahun 1999 tentang independensi BI. Dengan UU ini BI diharpkan tidak lagi menjadi kasir pemerintah seperti masa lalu. Bukan hanya itu, resep privatisasipun disambut pemerintah dengan suka cita dengan diterbiknannya UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN yang kemudian menjadi awal dari penjualan besar-besaran asset bangsa ke perusahaan asing.

Bahkan dalam Peraturan Presiden No. 77 tahun 2007 di sebutkan bahwa batas kepemilikan modal asing di sektor energi dan sumber daya mineral adalah 95% dalam bidang usaha Pembangkit Tenaga Listrik; 95% Jasa Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Lepas Pantai Indonesia Bagian Timur; 95% Transmisi Tenaga Listrik; 95% Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir; 95% Jasa Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Darat; 95% Pengembangan Tenaga Peralatan Penyediaan Listrik; dan lain sebagainya.

Peraturan yang didasari resep privatisasi dari IMF ini bukan saja telah membuat kita kehilangan kedaulatan ekonomi, lebih dari itu Peraturan ini telah memberikan izin kepada korporasi asing untuk menjarah semua kekayaan bangsa kita untuk dibawa keluar negeri dengan meninggalkan limbah kotor untuk rakyat Indonesia.

Yang lebih mengerikn adalah bahwa sektor pendidikan juga boleh dimiliki asing hingga 49% untuk bidang Usaha Pendidikan Dasar dan Menengah; 49% untuk Pendidikan Tinggi; dan 49% untuk Pendidikan Non Formal. Pendidikan yang seharusnya menjadi asset jangka panjang ternyata juga telah dijadikan barang komoditas yang bisa di dijual ke luar negeri.

Resep ini ternyata bukannya membuat kita keluar dari krisis, yang terjadi justru semakin besarnya angka kemiskinan dan semakin terpuruknya ekonomi kita. Rakyat kita ternyata harus menjadi tamu di rumah sendiri. Kekayaan yang berlimpah tidak bisa kita nikmati.
Bahkan menurut catatan Amien Rais (2008), Komite Privatisasi Perusahaan BUMN telah mengeluarkan 44 daftar BUMN yang siap digadaikan ke korporasi asing, diantaranya Garuda Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara, Karakatu Steel, Batara, dll. Alasan yang kerap disampaikan pemerintah atas penjualan asset ini adalah untuk menutupi devisit anggaran atau lebih jelasnya menutupi kebolongan APBN. Padahal jika sumber daya alam kita dikelola secara mandiri, maka kita tidak perlu lagi menjual asset berharga kita untuk menutupi APBN.

Jebakan Korporatokrasi

Istilah korporatokrasi diperkenalkan oleh John Perkins, sebagaimana dikutip Amien Rais (2008). Yaitu sebuah sistem kekuasaan yang dikontrol oleh korporasi besar, bank internasional dan pemerintahan. Korporatokrasi menggambarkan bagaimana sebauh pemerintah dikendalikan oleh kekuasan korporasi (perusahan) besar dengan bantuan lembaga donor intenasional. Korporasi besar tersebut dengan mudah mendikte dan mengarahkan suatu bangsa demi meraup keuntungan yang berlimpah.

Setidaknya ada tiga unsur yang terlibat dalam korporatokrasi ini. Pertama tentu saja adalah korporasi besar yang berambisi menguasai ekonomi dunia. Perusahaan-perusahaan kaya ini memiliki agenda ekonomi yang sangat barbahaya bagi Negara berkembang yang memiliki sumber kekayaan alam, seperti Indonesia. Kedua, lembaga keuangan internasional seperti IMF, World Bank, dan WTO. Lembaga-lembaga ini memebrikan janji-janji ekonomi dengan meminjamkan dana besar kepada Negara berkembang dengan syarat Negara tersebut bersedia membuka pasar seluas-luasnya bagi korporasi asing dan mencabut subsidi kepada rakyat. Dan unsur katiga adalah, elite pemerintah yang menjadi pelayan korporasi besar tersebut. Para pejabat ini dengan setia melayani segala keinginan korporasi besar demi menguasai harta kekayaan negeri ini.

Jika kita melihat data-data diatas, secara jujur harus kita akui bahwa Indonesia ternyata sudah terjebak dalam perangkap korporatokrasi. Bagaimana tidak, pemerintah kita belum mampu menolak berbagai resep IMF dalam melakukan pengembangan ekonomi. Ide privatisasi besar-besaran dan pelucutan peran Negara dalam mengelola pasar adalah indikasi kuat kearah itu.

Kasus penjarahan yang dilakukan PT. Freeport McMoran Indonesia di bumi Papua dan Exxon Mobile di Blora adalah percontohan paling nyata dari jebakan korporatokrasi. Kontrak Karya II antara Indonesia dengan PT. Freeport baru berakhir tahun 2041. Itu artinya kekayaan alam kita akan dikuras sempai 43 tahun tahun kedepan. Jika demikian, apa yang akan diwarisi oleh anak cucu kita jika semua kekayaan bangsa ini terus digadaikan kepada pihak asing? Bukan tidak mungkin generasi berikut dari bangsa ini akan semakin kelaparan karena semua sumber daya alam sudah ludes terjual.

Memperteguh Jati Diri Bangsa

Dengan berlalunya reformasi satu dekade yang lalu, maka sudah selayaknya kita kembali melakukan perbaikan diberagai sektor kehidupan agar reformasi tidak menjadi barang basi yang tidak meninggalkan apa-apa kecuali bau yang busuk. Kuncinya adalah keberanian pemerintah untuk melawan keinginan asing untuk menjarah kekayaan kita. Pemerintah harus berani membuat aturan-aturan yang lebih menguntungkan perekonomian rakyat ketimbang kepentingan asing. Pembangunan pusat-pusat perbelanjaan modern seperti mall di atas pasar tradisional harus segera di hentikan karena akan mematikan pasar rakyat tersebut.

Bahkan jika mungkin, pemerintah harus melakukan nasionalisasi terhadap asset Negara yang dikuasai pihak asing dan mengelolannya secara mandiri. Sebagaimana yang dilakukan oleh Negara Amerika Latin yang ternyata mampu mensejahterakan rakyatnya tanpa resep-resep ekonomi IMF. Atau setidaknya melakukan negosiasi ulang terhadap berbagai Kontrak Karya dengan memasukkan aturan-aturan yang lebih berpihak kepada rakyat kecil dan bukan hanya menjadi agen perusahaan asing untuk meraup harta kekayaan negeri ini. Semoga negeri yang kaya ini mampu menjadi surga bagi rakyatnya sendiri. Amiin…(***)


0 komentar: