Harian Padang Ekspress, Selasa, 6 Mei 2008
Abrar Aziz
Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah periode 2006-2008, dan Direktur Qalam Institute for Education and Democracy
Kota Pariaman tahun ini akan menyelanggarakan perhelatan demokrasi akbar, yaitu pemilihan kepala daerah langsung. Hajatan besar ini merupakan kali pertama yang dilaksanakan di
Jika tradisi elitis ini masih berlanjut, maka bukan tidak mungkin masyarakat akan mengalami apatisme politik. Tingginya angka ketidak ikutsertaan masyarakat dalam beberapa pilkada langsung merupakan indikasi ke arah ini. Lemahnya partisipasi politik masyarakat ini boleh jadi merupakan isyarat kejemuan masyarakat dengan bualan kaum elite. Karena jika Pilkada dilakukan dengan
Pemimpin yang amanah dan egaliter adalah dambaan setiap orang, tidak terkecuali masyarakat
Mencari Figur yang Berpihak
Kepada siapa pemimpin harus berpihak? Jawabannya tentu saja kepada rakyat. Bukan kepada kepentingan politik elite, atau kekuasaan modal. Namun realitas menunjukkan bahwa modal masih menjadi penguasa sesungguhnya. Ini menunjukkan bahwa kebijakan yang selama ini dilakukan pemerintah masih berwajah kapitalisme. Menurut Jurgen Habermas dalam bukunya Legitimation Crisis, setiap pemerintahan yang menginduk kepada kapitalisme, maka pemerintahan tersebut dengan mudah akan dihinggapi berbagai krisis. Habermas menyebut krisis kepercayaan, krisis ekonomi, dan krisis legitimasi sebagai akibat dari penghambaan kepada modal.
Tesis Habermas ini bisa jadi benar jika dikaitkan dalam konteks ke Indonesiaan. Banyak kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang lebih berpihak kepada kekuatan investor daripada kepada rakyat. Dapaknya, rakyatlah yang harus menanggung kebijakan yang elitis itu. Pencabutan subsidi BBM, mahalnya biaya pendidikan, sulitnya akses kesehatan, impor beras adalah sedikit dari sekian banyak kebijakan yang tidak berpihak.
Menurut Huston Smith, kapitalisme juga membawa manusia kepada krisis yang sangat parah, yaitu krisis spritualitas. Smith menyebut dengan cara yang sama, Timur dan Barat mengalami krisis yang luar biasa. Bahkan di Barat, agama sekalipun tidak mampu mengatasi krisis ini. Maka sudah menjadi harga mati bagi para kandidat untuk menciptakan kepemimpinan yang egaliter serta berani mengatakan “tidak” kepada kapitalisme.
Butuh keberanian untuk melawan gurita kapitalisme dan memberikan perhatian lebih kepada rakyat. Karena hanya ada satu pilihan yang bisa diambil. Melawan kapitalisme dan berpihak kepada rakyat. Atau sebaliknya, mengabaikan rakyat untuk mengumpulkan modal. Pelajaran penting mungkin harus kita petik dari para pemimpin Amerika Latin dan
Dan kenapa Mahmoud Ahmadinejad mampu bertahan atas tekanan dunia internasional yang begitu kuat? Mengapa kondisi ini jauh berberda dengan di
Sekali lagi, ini memang bukan pilihan yang mudah. Mengambil sikap melawan kekuatan modal dan menjadi pembela rakyat adalah pilihan yang penuh resiko. Tapi pilihan inilah yang dipilih oleh para pemimpin besar dunia. Rakyat
Bagi masyarakat miskin, melihat pemimpinnya tidur di istana mewah di tengah tingginya angka kemiskinan tentu saja membuat hati mereka teriris. Rakyat kecil juga tentunya akan mengumpat melihat anaknya terbangun dari tidur karena bisingnya sirine mobil pejabat yang memekakkan telinga itu.
0 komentar:
Posting Komentar